Daftar Isi

Wednesday, October 6, 2021

Wamana Awatara (Bentuk Inkarnasi Kurcaci)

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Wamana Awatara (Bentuk Inkarnasi Kurcaci)


Prahlada memiliki cucu yang sangat kuat bernama Vali. Saat Vali menjadi raja dari para asura, terjadi perang antara para dewa dengan para asura. Para dewa kalah dan terusir dari surga. Para dewa akhirnya pergi ke tempat dewa Wisnu untuk memohon perlindungan. Wisnu meyakinkan para dewa bahwa beliau akan melakukan sesuatu pada Vali. Demikian dikisahkan kemudian dewa Wisnu lahir sebagai putra Aditi dan Kashyapa. 


Pada suatu saat, raja Vali sedang melakukan upacara pengorbanan yang besar, dan pada saat upacara tersebut berlangsung dia tidak akan menolak siapa pun. Seorang kurcaci (manusia kerdil) datang pada saat upacara ini berlangsung dan beliau mulai membacakan Weda. Vali sangat gembira akan hal ini dan Vali akhirnya menawarkan hadiah/anugrah kepada kurcaci itu. 


Vali memiliki seorang guru bernama Shukracharya dan gurunya tersebut sudah curiga mengenai kedatangan kurcaci ini, jadi dia mulai menahan Vali untuk memberi anugrah. Vali berkata, "Tidak, saya tetap akan memberikan anugrah. Saya akan memegang kata-kata saya. Anugrah apa yang anda inginkan? Saya akan memberikan apapun yang anda inginkan".


Sebelum anugrah itu diberikan, sebuah ritual kecil yang menggunakan air suci harus dilakukan. Shukracharya berusaha yang terbaik untuk mencegah agar anugrah itu tidak diberikan. Maka dia masuk ke tempat bejana yang berisi air suci dan menutup mulut bejana untuk mencegah air keluar. Jadi untuk mendapatkan air suci itu, bejana itu harus ditusuk dengan semacam sedotan agar air keluar. Namun tanpa sengaja, salah satu mata Shukracharya juga tertusuk oleh sedotan itu. Sejak saat itulah, pembimbing para asura itu bermata satu.


Kurcaci itu pun akhirnya menjawab, "Berilah saya sebanyak mungkin tanah dalam tiga langkah saya. Saya membutuhkannya untuk membayar dakshina (biaya) untuk guru saya". Vali setuju. Kemudian kurcaci itu mengambil wujud menjadi sangat besar. Pada langkah pertama, beliau sudah menutup Bhu Loka. Langkah kedua menutupi Bhuvar Loka. Langkah ketiga menutupi Svar Loka. 


Dengan demikian Vali telah kehilangan 3 dunia yang telah dikuasainya. Vali tidak punya pilihan selain turun ke dunia/alam bawah (patala). Tetapi Wisnu sangat senang dengan kemurahan hati Vali. Beliau pun akhirnya memberikan anugrah bahwa asura tersebut suatu saat nanti akan menyandang Indra di masa depan.





Wednesday, August 25, 2021

Narasimha Awatara (Bentuk Inkarnasi Setengah Manusia Setengah Singa)

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Narasimha Awatara (Bentuk Inkarnasi Setengah Manusia Setengah Singa)


Hiranyakasha memiliki saudara laki-laki bernama Hiranyakasipu. Hiranyakshipu sangat marah mengetahui bahwa saudaranya telah terbunuh dan dia memutuskan untuk membunuh Wisnu. Tapi ini tidak bisa dilakukan kecuali dia sendiri menjadi kuat dan tak terkalahkan. Oleh karena itu, Hiranyakasipu mulai berdoa kepada Brahma melalui meditasi yang sulit. Brahma senang dengan doa-doa ini dan menawarkan untuk memberikan anugerah.


“Saya ingin menjadi tak terkalahkan,” kata Hiranyakasipu. “Tolong beri saya anugerah agar saya tidak terbunuh pada malam atau siang hari; agar aku tidak dibunuh oleh manusia atau binatang; dan agar aku tidak dibunuh di langit, di air atau di bumi.”


Brahma akhirnya memberikan anugerah yang diinginkan. Dan Hiranyakasipu senang. Dia berpikir bahwa dia telah mengurus semua kemungkinan yang mungkin terjadi. Dan karena dia telah menjadi begitu kuat, dia menaklukkan ketiga dunia dan mengusir para dewa dari surga.


Hiranyakasipu memiliki seorang putra bernama Prahlada. Anda pasti ingat bahwa Hiranyakasipu telah memutuskan untuk membunuh Wisnu. Tapi anehnya, Prahlada menjadi pemuja setia kepada Wisnu. Hiranyakasipu mencoba membujuk putranya. Itu tidak berhasil. Dia mencoba membunuh putranya. Itu juga tidak berhasil karena, setiap kali, Wisnu turun tangan untuk menyelamatkan Prahlada.


Sementara itu, para dewa telah diusir dari surga. Dalam keputusasaan, mereka pergi dan berdoa kepada Wisnu dan Wisnu berjanji kepada mereka bahwa dia akan menemukan solusi.


Suatu hari, Hiranyakasipu memanggil Prahlada kepadanya. “Bagaimana kamu bisa lolos setiap kali aku mencoba membunuhmu?” dia bertanya.


“Karena Wisnu menyelamatkanku,” jawab Prahlada. “Wisnu ada di mana-mana.”


“Apa maksudmu di mana-mana?,” balas Hiranyakashipu. Dia menunjuk ke pilar kristal di dalam istana dan bertanya, "Apakah Wisnu di dalam pilar ini juga?"


“Ya,” jawab Prahlada.


"Baiklah kalau begitu. Saya akan menendang pilar itu,” kata Hiranyakashhipu.


Ketika Hiranyakasipu menendang pilar, pilar itu pecah menjadi dua. Dan dari dalam pilar, Wisnu muncul dalam wujud setengah manusia dan setengah singa. Dia menangkap Hiranyakasipu dan menempatkan iblis itu di pahanya. Dan dengan cakarnya, dia merobek dada iblis itu dan membunuhnya. Anugerah Brahma adalah bahwa Hiranyakasipu tidak akan dibunuh oleh manusia atau binatang, itu adalah setengah manusia dan setengah binatang. Anugerah telah mengatakan bahwa asura itu tidak akan dibunuh di langit, air atau bumi. Tapi Hiranyakasipu terbunuh di paha Wisnu, yang bukan langit, air atau bumi. Dan akhirnya, anugerah telah berjanji bahwa Hiranyakasipu tidak akan dibunuh pada siang atau malam hari. Karena kejadiannya terjadi pada senja / sore hari, bukan siang atau malam.


Setelah Hiranyakasipu meninggal, para dewa dikembalikan ke tempat yang seharusnya. Wisnu menjadikan Prahlada raja para asura.



Saturday, May 1, 2021

Waraha Awatara (Bentuk Inkarnasi Babi Hutan)

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Waraha Awatara (Bentuk Inkarnasi Babi Hutan)


Inkarnasi Wisnu selanjutnya adalah dalam bentuk babi hutan.


Pada zaman dahulu, adalah seorang resi yang bernama Kashyapa dan istrinya yang bernama Diti, mereka memiliki seorang putra bernama Hiranyaksha. Hiranyaksha melakukan meditasi yang berhasil menyenangkan Brahma. Brahma memberinya anugerah bahwa dia tidak akan terkalahkan dalam setiap pertempuran. Demikian selanjutnya dikisahkan, Hiranyaksha pergi berperang dengan para dewa. Secara penuh Hiranyaksha telah berhasil mengalahkan para dewa, termasuk Waruna yang merupakan dewa lautan. Dengan demikian, Hiranyaksha menjadi raja surga, bumi dan dunia bawah.


Asura dari awal memang tidak terlalu menyukai bumi. Hiranyaksha kemudian mulai tinggal di istana Varuna di bawah laut. Hiranyaksha kemudian melemparkan bumi ke kedalaman lautan.


Para dewa pergi menemui Wisnu dan memohon kepada Wisnu agar sesuatu terjadi pada Hiranyaksha. Mereka ingin agar surga dikembalikan lagi seperti semula dan mereka berharap agar bumi dapat dibawa kembali dari dasar samudra. Menjawab doa tersebut, Wisnu mengambil wujud bentuk babi hutan dan memasuki lautan.


Hiranyaksha tentu tidak tahu bahwa babi hutan ini tidak lain adalah Wisnu. Dia mengira itu adalah babi hutan biasa dan menyerangnya. Keduanya bertarung selama bertahun-tahun. Tapi akhirnya, Hiranyaksha ditanduk sampai mati oleh taring babi hutan itu. Babi hutan itu kemudian mengangkat bumi dengan taringnya. Wisnu dengan demikian telah menyelamatkan para dewa dan prinsip-prinsip kebenaran (dharma).



Friday, March 19, 2021

Kurma Awatara (Bentuk Inkarnasi Kura-kura)

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Kurma Awatara (Bentuk Inkarnasi Kura-kura)


Pada zaman dahulu, ada perang antara para dewa dan para daitya (para iblis). Para dewa mengalami kekalahan dalam perang ini. Para dewa berdoa kepada Wisnu agar bisa terlepas dari kezaliman para iblis ini. Wisnu memberitahu Brahma dan para dewa lainnya agar mereka melakukan gencatan senjata dengan para iblis. Para dewa dan para iblis harus bekerja sama untuk mengaduk lautan. Wisnu memastikan bahwa hasil yang diperoleh dari pengadukan lautan ini akan menguntungkan para dewa lebih banyak dari pada para iblis (para daitya).


Gencatan senjata pun akhirnya disetujui dan mereka bersama-sama mengaduk lautan. Gunung Mandara digunakan sebagai tongkat pengaduk dan ular yang agung Vasuki (Basuki) digunakan sebagai tali untuk mengaduk. Para dewa memegang ekor Basuki dan para daitya (iblis) memegang bagian kepala Basuki. Sesaat setelah proses pengadukan dimulai, gunung Mandara mulai tenggelam karena gunung Mandara tidak bisa mengambang. Wisnu akhirnya datang menyelamatkan. Beliau mengambil wujud kura-kura dan mengangkat gunung Mandara di punggungnya dari dalam lautan sehingga gunung Mandara menjadi seimbang (mengambang atau tidak tenggelam). 


Saat proses pengadukan berlanjut, racun yang sangat mengerikan yang bernama kalakuta muncul dari dasar laut. Siwa menelan racun tersebut sehingga leher beliau menjadi berwarna biru. Siwa kemudian dikenal dengan nama Nilakantha (leher biru). Para dewi Varuni yang merupakan dewinya minuman anggur (Sura) muncul setelahnya, yang mana para dewa lah yang menerimanya. Oleh karena itu para dewa dikenal juga dengan nama para Sura. Sedangkan para iblis telah menolaknya, maka kemudian para iblis juga dikenal dengan nama para Asura. Dewi Varuni datang dengan membawa pohon parijata, yang merupakan pohon yang sangat indah yang kemudian menghiasi taman dewa Indra dan menjadi kebanggaan disana. Sebuah permata yang bernama Kastubha muncul, dan kemudian menjadi permata Wisnu. Tiga hewan yang menakjubkan muncul setelahnya. Mereka adalah sapi Kapila, kuda Ucchaishrava, dan gajah Airavata. Hewan-hewan ini diikuti oleh para Apsara (wanita cantik yang menjadi penari surga/kahyangan). Kata Apsara berasal dari urat kata "Ap" yang berarti air. Dewi Lakshmi (Dewi Shri) muncul setelahnya, yang mana akhirnya Dewi Lakshmi dapat bersatu kembali dengan Wisnu. 


Dan akhirnya Dhanvantari pun muncul dengan membawa pot amrita (air pemberi kehidupan) di tangannya. Dhanvantari adalah pencipta dari obat (Ayurveda). Para daitya (iblis) yang dipimpin oleh Jambha memberikan setengah dari amrita kepada para dewa. Mereka kemudian pergi dengan membawa setengah amrita yang masih tersisa.


Tetapi kemudian Wisnu dengan cepat mengambil wujud seorang wanita yang sangat cantik. Saking cantiknya wanita itu sampai-sampai membuat para daitya (iblis) terpesona (terlena). "Gadis cantik, ambilah amrita ini, layanilah kami, kemudian menikahlah dengan kami", kata mereka.


Wisnu menerima amrita itu, beliau sama sekali tidak berniat melayani para daitya, justru sebaliknya beliau malah melayani para dewa. Pada saat itu ada seorang iblis yang sangat pintar yang bernama Rahu. Dia berubah wujud menjadi dewa Candra (dewa bulan). Dia berhasil meminum beberapa amrita. Dewa matahari dan dewa bulan yang asli mengetahui hal itu dan segera melaporkannya kepada Wisnu. Wisnu kemudia memotong kepala Rahu dengan sebilah pedang.


Tetapi Rahu telah meminum amrita, dia tidak bisa mati. Dia berdoa kepada Wisnu dan Wisnu pun memberinya anugerah. Anugerah itu adalah kadang kala Rahu diizinkan untuk menelan matahari dan bulan. Sejak saat itu para dewa mengeluh karenanya. Kita sendiri di bumi dapat melihatnya saat gerhana matahari dan gerhana bulan. Seseorang yang memberikan sedekah saat gerhana akan diberkati. 


Para dewa mendapatkan semua amrita sedangkan para iblis tidak sama sekali. Itulah sebabnya para dewa lebih kuat dari pada iblis. Para dewa mengalahkan kembali iblis dan mendapatkan kembali surga. 






Saturday, January 23, 2021

Matsya Awatara (Bentuk Inkarnasi Ikan)

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Matsya Awatara (Bentuk Inkarnasi Ikan)


Dewa Agni bercerita kepada Vashishtha tentang kisah Matsya awatara ini.


Zaman dahulu, seluruh dunia mengalami kehancuran. Kehancuran terjadi di tiga loka (dunia) yaitu bhuloka, bhuvarloka, dan svarloka. Bhuloka adalah bumi, svarloka atau svarga adalah surga, dan bhuvarloka adalah suatu wilayah antara bumi dan surga. Ketiga dunia tersebut dibanjiri oleh air dimana-mana.


Vaivasvata Manu adalah putra dewa matahari. Ia menghabiskan sepuluh ribu tahun dalam tapasya (meditasi) di pertapaan vadrika. Pertapaan ini berada di tepi sungai Kritamala.


Suatu ketika Manu datang ke sungai untuk penyucian diri (menyucikan diri dengan air). Dia membenamkan tangannya ke dalam air untuk mengambil air untuk penyucian diri. Ketika dia mengangkat tangannya, dia menemukan ada seekor ikan kecil berenang di dalam tangannya.


Manu hendak melempar ikan itu kembali ke air namun tiba-tiba ikan itu berkata, "Jangan lempar saya kembali ke air. Saya takut pada pemangsa seperti buaya dan ikan-ikan besar. Selamatkanlah saya."


Manu akhirnya pergi mencari pot dari tanah liat di mana dia bisa menyimpan ikan itu dengan aman. Tetapi segera, setelah ikan itu ditempatkan di dalam pot, ikan itu menjadi terlalu besar, dan Manu pun menaruhnya kembali di dalam sebuah tempat yang lebih besar. Ikan itu terus menjadi besar, Manu pun akhirnya memindahkan ikan ke danau. Tetapi ikan itu tumbuh dan berkembang menjadi terlalu besar untuk danau. Jadi Manu memindahkan ikan itu ke laut. Di lautan, ikan itu tumbuh hingga menjadi raksasa.


Sekarang, Manu takjub akan keajaiban yang dia lihat. Dia pun berkata, “Anda pastilah titisan Dewa Wisnu, saya sujud di hadapan Anda. Katakan padaku, mengapa Anda menunjukan saya dalam bentuk ikan? "


Ikan itu menjawab, “Saya datang untuk menghukum kejahatan dan melindungi yang baik. Tujuh hari dari sekarang, lautan akan membanjiri seluruh daratan dan semua makhluk akan dihancurkan. Tetapi karena Anda telah menyelamatkan saya, saya akan menyelamatkan Anda. Saat dunia dibanjiri, sebuah perahu akan tiba di sini. Bawalah sapta rsi (tujuh orang bijak) bersamamu dan habiskanlah hari-hari yang mengerikan yang akan datang dengan perahu itu. Jangan lupa untuk membawa serta biji-bijian untuk makanan. Akan tiba saatnya Anda akan mengikat perahu itu ke tanduk saya dengan ular besar. "


Setelah berkata demikian, ikan itu kemudian menghilang.


Semuanya terjadi seperti yang dikatakan ikan itu. Lautan bergolak dan Manu naik ke dalam perahu. Dia mengikat perahu itu ke tanduk besar yang dimiliki ikan itu. Dia berdoa kepada ikan itu. Kemudian ikan tersebut menceritakan Matsya Purana kepadanya. Akhirnya, saat air sudah surut, perahu itu berlabuh ke puncak paling atas Himalaya. Dan makhluk hidup kembali diciptakan sekali lagi.


Seorang danawa (iblis) bernama Hayagriwa telah mencuri teks suci Weda dan brahmana. Dalam wujud ikannya, Wisnu juga membunuh Hayagriva dan mendapatkan kembali Weda.



Friday, January 22, 2021

Awatara

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Awatara


Awatara adalah inkarnasi atau bisa juga diartikan seorang dewa memanifestasi (perwujudan) mahluk hidup untuk dilahirkan ke Bumi. Mengapa para dewa melakukan hal tersebut? Tujuannya tidak lain adalah untuk menghancurkan kejahatan di bumi dan menegakan kembali kebenaran. Wisnu dianggap sebagai pemelihara alam semesta dan karenanya inkarnasi Wisnulah yang paling sering kita temui. Wisnu sudah memiliki sembilan inkarnasi (Awatara). Sedangkan inkarnasi yang kesepuluh dan merupakan yang terakhir akan hadir di masa depan. Sepuluh inkarnasi Wisnu ini adalah sebagai berikut:

  1. Matsya awatara (inkarnasi bentuk ikan)

  2. Kurma awatara (inkarnasi bentuk kura-kura)

  3. Waraha awatara (inkarnasi bentuk babi hutan)

  4. Narasimha awatara (inkarnasi bentuk setengah manusia setengah singa)

  5. Wamana awatara (inkarnasi bentuk manusia kerdil)

  6. Parasurama awatara

  7. Rama awatara

  8. Krishna awatara

  9. Budha awatara

  10. Kalki awatara yang mana inkarnasi inilah yang akan datang.

Agni purana akan menggambarkan sepuluh inkarnasi ini.



Saturday, January 16, 2021

Pendahuluan Agni Purana

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Pendahuluan 


Di hutan yang dikenal dengan nama Naimisharanya, Rsi Shounaka dan para rsi lainnya melakukan Yajna (pengorbanan) yang didedikasikan untuk dewa Wisnu. Suta juga datang ke sana, dalam perjalanan menuju ziarah. Para rsi berkata, "Kami telah menyambut Anda. Sekarang jelaskan kepada kita apa yang semua orang ingin tahu. Jelaskan kepada kita tentang sesuatu yang paling suci di seluruh dunia." 


Suta menjawab, "Wisnu adalah esensi/pokok dari segalanya. Saya pergi ke pertapaan bernama Vadrika dengan Shuka, Paila dan para rsi lainnya dan bertemu Vyasadeva di sana. Vyasadeva menggambarkan saya apa yang telah ia pelajari dari rsi agung Vashistha, yang mana Vashishtha telah mempelajarinya dari Dewa Agni sendiri. Agni Purana adalah sesuatu yang suci karena memberi tahu kita tentang esensi/intisari Brahman (ilahi). Saya belajar semua ini dari Vyasadeva dan sekarang saya akan memberi tahu Anda semua yang telah saya pelajari. "


Saturday, January 2, 2021

Agni Purana

Purana


Agni Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Agni Purana


Agni Purana adalah sebuah maha Purana. Agni Purana adalah Purana kedelapan dari delapan belas Purana yang dikenal. Di dalam Agni Purana ada sekitar 515 sloka. Agni Purana termasuk dalam tamasika Purana. Yang termasuk dalam tamasika Purana selain Agni Purana antara lain Matsya Purana, Kurma purana, Lingga Purana, Siwa Purana, dan Skanda Purana.


Yang menceritakan Agni Purana adalah dewa Agni (dewa api) itu sendiri. Dewa Agni menceritakan pengetahuan dirinya dalam Purana kepada rsi Wasista (Vasishtha), yang mana pada gilirannya, diteruskan kepada rsi Vyasa (Vyasadeva). Murid Vyasadeva yang dikenal juga dengan Suta (kasta hasil pernikahan antara ayah kasta ksatria dan ibu kasta brahmana) belajar Purana dari gurunya, Vyasadeva. 


Pada suatu hari, para rsi berkumpul di hutan Naimisharanya. Di antara para rsi yang berkumpul tersebut, ada seorang rsi yang terkenal yang bernama Shounaka. Semua para suci tersebut ingin mendengarkan bagaimana Agni Purana itu diceritakan. Dan inilah kisah bagaimana Suta menceritakan Purana itu.


Agni Purana secara sederhana memiliki 383 adhyaya (Bab). Salah satu diantaranya, yaitu Bab 380, adalah yang paling menarik. Bab 380 ini memberikan esensi (bentuk) dari advaita brahmajnana. Advaita artinya satu, brahman artinya jiwa ilahi, brahmajnana berarti pengetahuan tentang brahman. Advaita brahmajnana mengajarkan bagaimana jiwa seorang manusia (atman) bersatu dengan jiwa ilahi (brahman). Agni Purana merupakan salah satu ringkasan dalam mempelajari Weda dan Upanisad. Demikian, pengetahuan tertinggi dari brahmajnana ini diringkas secara umum melalui Purana.


Agni Purana berisi tentang ritual-ritual. Bab-bab pada Agni Purana umumnya tidak panjang. Bahkan kalaupun ada cerita di dalamnya, itu hanyalah sebuah bentuk ringkasan. Cerita-cerita yang lebih detail mungkin bisa didapatkan di Purana yang lain. Hal ini kemungkinan disebabkan karena fakta bahwa Agni Purana ditulis setelah Purana-purana lainnya selesai ditulis. Jadi Agni Purana adalah pelengkap/suplemen bagi Purana lainnya. Cerita-cerita tersebut sudah ada di purana lain, dan apa yang tidak ada di dalamnya hanyalah ritual. Dan ritual sangat banyak dalam tradisi Veda. Agni Purana juga ditulis pada saat orang-orang menjadi jauh lebih ritualistik. Agni Purana lebih menjelaskan/menekankan bahwa Brahmana adalah kasta tertinggi di antara kasta lainnya. Dalam tradisi Veda juga disebutkan bahwa Purana-purana ditulis dalam karakteristik yang berbeda di setiap Kalpa. Dan Agni Purana sebentar akan menjelaskan apa itu Kalpa.




Friday, November 6, 2020

Penutup

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Penutup


Romaharshana berkata kepada para resi yang telah berkumpul di hutan Naimisharanya, "Beberapa tahun yang lalu, Vedavyasa yang agung, telah menceritakan Adi Purana kepada para resi. Para rsi telah tercerahkan mempelajari kebijaksanaan yang terkandung dalam Brahma Purana yang agung. Apapun yang Vedavyasa ceritakan kepada para rsi itu, telah saya ceritakan kepada anda sekalian. Semua orang harus mendengarkan cerita Purana ini, termasuk bagi seorang yang sedang menjalani rumah tangga maupun seorang pertapa".


Jika dia, seorang brahmana yang mendengarkan yang mendengarkan cerita Brahma Purana ini akan menjadi brahmana yang terpelajar. Jika dia seorang ksatria akan menjadi ksatria yang akan membawa kejayaan. Jika dia waisya maka dia akan memperoleh kaya. Jika dia sudra dia akan memperoleh kebahagiaan. Seseorang yang mendengarkan cerita Purana ini dengan setia akan memperoleh apa yang dia inginkan. Pahala dari mendengarkan cerita Purana ini adalah lebih besar dari pada mengunjungi tempat suci (tirtha) yang paling suci atau melakukan yajna yang paling sulit. 


Romaharshana memberkati para rsi dan kembali ke kediamannya, dengan memberikan pesan singkat bahwa rahasia Purana ini tidak boleh dibocorkan kepada seorang atheis yang tidak percaya Tuhan.



Saturday, October 17, 2020

Yoga

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Yoga


Kata yoga berarti bersatu. Bersatu yang dimaksud disini adalah suatu bentuk meditasi yang menyatukan atman (jiwa mahluk hidup) dengan paramatman (jiwa ilahi atau sering disamakan juga dengan brahman/intisari atau esensi ilahi).


Seorang praktisi yoga harus mempelajari Purana (cerita-cerita dalam Weda). Dia harus berlatih mengendalikan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang dia makan. Makanan terbaik yang bisa ia makan contohnya yogurt, buah-buahan, sayur-sayuran, dan susu. Yoga harus dilatih di tempat yang tenang. Tempat itu tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Seharusnya juga di tempat itu tidak ada suara-suara yang dapat mengganggu praktisi tersebut.


Yoga juga harus dilakukan dengan sikap tubuh yang baik (asana). Praktisi harus mengkonsentrasikan seluruh pikirannya pada ujung hidung. Dia membayangkan suatu bentuk brahman. Yoga ini akan berhasil jika seseorang mampu melepas (tidak terpengaruh apapun) dan mengendalikan indra-indranya dengan lengkap.


Jika yoga dilakukan dengan tepat, maka akan muncul pengetahuan yang mana paramatman itu sama berada di semua bentuk kehidupan (mahluk hidup). Berpikir bahwa mahluk hidup itu berbeda satu dengan lainnya adalah suatu ciri bahwa seseorang itu telah jatuh dalam ilusi. Semua elemen memiliki paramatman yang sama.





Tuesday, August 25, 2020

Chandala dan Brahmaraksasa

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Chandala dan Brahmaraksasa


Chandala adalah kasta orang buangan.  Di pinggiran kota bernama Avanti, tinggallah seorang chandala. Di Avanti ada sebuah kuil Wisnu dan chandala tersebut adalah pemuja dewa Wisnu. Chandala itu adalah juga seorang penyanyi yang bagus. Ekadashi tithi adalah hari kesebelas dalam perhitungan hari berdasarkan Bulan. Setiap bulan, pada ekadashi tithi, Chandala akan berpuasa di siang hari. Pada malam hari dia akan pergi ke kuil Wisnu dan menyanyikan pujian untuk dewa Wisnu. Dia tidak pernah gagal untuk menjalankan ritual ini.


Sungai Kshipra (Shipra) mengalir melalui kota Avanti. Pada suatu malam tertentu, pada ekadashi tithi, Chandala itu pergi ke tepi sungai untuk mengumpulkan bunga untuk menyembah dewa Wisnu. Di tepi itu, sungai ada sebuah pohon dan di pohon itu hiduplah seorang brahmarakshasa (setan). Begitu setan itu melihat Chandala, ia langsung ingin melahapnya.


"Tolong jangan malam ini. Saya harus menyembah dewa Wisnu sepanjang malam. Biarkan saya pergi sekarang", kata Chandala itu.


"Tidak. Saya belum makan selama sepuluh hari dan saya sangat kelaparan, saya tidak bisa membiarkan kamu pergi", kata setan itu.


"Kumohon, biarkan aku pergi. Saya berjanji bahwa saya akan kembali setelah doa saya selesai. Anda kemudian akan bebas melakukan apa saja dengan saya", kata Chandala.


Setan itu akhirnya melepaskan Chandala itu. Chandala itu kemudian pergi ke kuil Wisnu. Dia memuja dewa Wisnu dan menghabiskan malam dengan menyanyikan pujian Wisnu. Keesokan harinya, dia kembali ke iblis itu.


"Saya terkejut. Kamu sangat jujur. Anda tidak seharusnya menjadi Chandala.  Anda harus menjadi seorang brahmana.  Jawab pertanyaanku. Apa yang kamu lakukan sepanjang malam?", kata iblis itu.


"Aku berdiri di luar kuil Wisnu dan menyanyikan pujian kepada-Nya", jawab Chandala.


"Sudah berapa lama kamu melakukan ini?", tanya iblis itu.


"Selama dua puluh tahun", jawab Chandala.


"Anda telah memperoleh banyak Punia (simpanan jasa kebaikan) melalui ini, kata iblis itu. Tolong beri aku satu malam punia. Saya adalah orang berdosa", kata setan itu.


"Tidak, saya tidak akan membagikan Punia saya kepada siapapun. Saya telah memberikan Anda tubuh saya, makanlah saya jika Anda mau. Tapi Punia tetap milik saya sendiri", kata chandala.


"Baiklah kalau begitu beri aku dua jam Punia saja. Saya adalah orang berdosa", kata setan itu.


"Saya telah memberitahumu bahwa aku tidak akan memberimu Punia milik saya. Tapi sebenarnya dosa apa yang sudah anda lakukan?", kata Chandala.


Brahmaraksasa kemudian mulai menceritakan kisahnya.


Nama asli Brahmaraksasa itu adalah Somasharma dan dia merupakan putra dari Devasharma. Devasharma merupakan seorang brahmana yang baik. Sedangkan Somasharma berjalan di jalan kejahatan. Seorang brahmana tidak diizinkan untuk bertindak sebagai pemimpin upacara pengorbanan apabila dia belum melakukan serangkaian upacara sakral (upanayana). Tetapi Somasharma bertindak sebagai pemimpin upacara walaupun dia belum melakukan upanayana. Sebagai akibatnya, saat dia sudah mati, dia menjadi setan. Chandala itu pun tergugah hatinya mendengar kisah sedih itu dan akhirnya dia pun memberikan sebagian punianya kepada setan itu. Setan itu pun menjadi senang dan mengungkapkan rasa terima kasihnya. Setan itu pun kemudian pergi ke suatu tempat suci (tirtha) dan melakukan penebusan dosa. Dengan demikian setan itu mencapai pembebasan.


Setelah itu, chandala kembali pulang ke rumahnya. Dia kemudian melakukan perjalanan mengunjungi semua tempat tempat-tempat yang suci (berziarah). Di suatu tirtha (tempat suci), dia tiba-tiba ingat kisah hidupnya dikehidupan yang lalu.


Dia dulunya adalah seorang pertapa yang berpengalaman dalam Weda dan banyak sastra. Dia dulunya hidup dari meminta-minta sedekah. Saat dia sudah mendapatkan sedekah, saat itu di dekatnya ada pencuri yang akan mencuri sapi. Sapi itu pun mengamuk dan mulai menggosok-gosok kuku kakinya sehingga muncul debu disekitarnya. Debu itu jatuh ke makanan dan pertapa itu membuang sedekahnya karena merasa jijik. Karena dia telah membuang sedekah, dia dilahirkan sebagai Chandala. Setelah melakukan penebusan dosa, akhirnya dosa-dosanya pun diampuni.


Sunday, August 23, 2020

Empat Warna Ashrama dalam Brahma Purana

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Empat Warna Ashrama dalam Brahma Purana


Ada empat warna (kelas) manusia. Keempat warna tersebut adalah brahmana, ksatria, waisya dan sudra.


Tugas seorang brahmana adalah memberikan berkat, melakukan tapasya, menyembah dewa, melakukan yajna dan mempelajari Weda. Untuk mencari nafkah, brahmana diberi wewenang untuk mengajarkan dan memimpin upacara pengorbanan (yajna). 


Tugas seorang ksatria adalah mengangkat senjata untuk melindungi dunia ini dari segala bentuk kejahatan, memberi sedekah dan melakukan pengorbanan (yajna). Seorang ksatria juga diizinkan untuk mempelajari sastra. 


Tugas seorang waisya adalah bertani, beternak, dan berdagang. Selain itu, waisya harus memberikan sedekah, melakukan pengorbanan (yajna) dan mempelajari sastra. 


Tugas sudra adalah melayani brahmana. Sudra juga bisa menjadi pemilik toko dan pengrajin.


Pada saat-saat darurat, seorang brahmana diperbolehkan menjalani mata pencaharian para ksatria atau waisya untuk mencari nafkah. Begitu juga sama halnya dengan seorang ksatria, dia diijinkan untuk mengambil mata pencaharian dari waisya atau sudra dan seorang waisya diijinkan untuk mengambil mata pencaharian dari sudra.


Selain empat warna, ada juga empat ashrama (empat jenjang kehidupan). Yang pertama dikenal sebagai brahmachari (jenjang kehidupan menjadi mahasiswa). Selama periode ini, individu tersebut menghabiskan hari-harinya dengan gurunya dan mempelajari weda dengan baik. Dia harus melayani gurunya dengan cara yang tepat dan hidup dari sedekah. 


Asrama berikutnya adalah garhasta (jenjang hidup berumah tangga). Individu tersebut akhirnya memasuki masa menikah dan memiliki anak. Dia melayani para dewa, para orang bijak (guru/rsi/pertapa), para leluhur dan para tamu. Seseorang yang berumah tangga memberikan sedekah untuk orang bijak (rsi/guru/pertapa). Itulah alasan mengapa jenjang berumah tangga itu sangat penting. 


Asrama ketiga dikenal sebagai wanaprasta (tahap tinggal di hutan). Individu tersebut memasuki masa pensiun dan pergi ke hutan dan mulai menarik pikirannya dari kehidupan maupun hal-hal duniawi. Ia dapat meninggalkan istrinya dalam perawatan putra-putranya atau membawanya bersamanya. Dia hidup dari akar, buah dan daun dan membuat tempat tidur untuk dirinya sendiri di bawah pohon. Ia tidak diizinkan mencukur atau memotong rambutnya dan pakaiannya harus dibuat dari kulit kayu atau kulit lainnya. 


Asrama terakhir adalah sanyasa (pertapaan). Seorang pertapa melepaskan semua hubungan dengan dunia dan hidup sendiri. Dia hidup sepenuhnya terlepas dari ikatan apapun. Dia tinggal sendiri. Dia mendapatkan makanannya dari sedekah. Ia tidak diizinkan untuk menghabiskan lebih dari satu malam di suatu desa, atau lebih dari lima malam di suatu kota.


Kisah Kandu dan Pramlocha

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Kisah Kandu dan Pramlocha


Ada seorang brahmana yang bernama Kandu. Dia memiliki tempat tinggal/ashrama di tepi sungai Gangga Goutami. Ashrama tersebut sangat indah dan dia melakukan tapasya yang berat disana. Di saat musim panas, dia bermeditasi di bawah terik matahari, di saat musim hujan dia bermeditasi di tanah yang becek, dan di musim dingin dia bermeditasi dengan mengenakan baju yang basah.


Dewa Indra menjadi takut kelak tapasyanya ini akan berhasil. Dewa Indra berpikir rsi Kandu ini ingin menjadi dewa Indra selanjutnya menggantikan dirinya sebagai raja para dewa. Dia kemudian memanggil seorang apsara yang bernama Pramlocha dan memerintahkan untuk mengganggu tapasya Kandu.


Pramlocha kemudian pergi ke pertapaan Kandu dan mulai bernyanyi dengan suaranya yang indah. Nyanyian tersebut mengganggu Kandu dan akhirnya dia menemukan ada seorang wanita cantik di dekat ashramanya.


"Siapa kamu?", tanya Kandu wanita yang cantik itu.


"Saya kesini untuk memetik beberapa bunga. Saya adalah pelayan anda. Saya akan melakukan apa pun yang anda minta", jawab Pramlocha.


Kandu jatuh cinta pada Pramlocha dan Kandu pun akhirnya menikah dengan Pramlocha. Dia melupakan tapasyanya dan dewa Indra menjadi lega. Beberapa tahun berlalu, Pramlocha ingin kembali ke kahyangan tetapi Kandu tidak membiarkannya pergi.


Setelah beberapa tahun-tahun kemudian, Kandu pergi keluar dari kediamannya, merasa agak terganggu. Saat itu sudah mulai malam dan Kandu terlihat ingin pergi ke suatu tempat.


"Kemana anda mau pergi?", tanya Pramlocha.


"Pertanyaan bodoh macam apa itu! Tidakkah kau lihat sekarang sudah akan gelap? Saya harus melakukan ritual. Hari telah berlalu", jawab Kandu.


"Hari apa maksud anda? Banyak hari telah berlalu", tanya Pramlocha.


"Tidak, kamu baru saja datang di pagi hari. Saya membawamu ke kediaman saya dan sekarang sudah akan malam", jawab Kandu.


"Itu benar bahwa saya datang di pagi hari ke tempat ini. Tetapi itu adalah pagi hari beberapa tahun yang lalu. 100 tahun telah berlalu sejak pagi itu", jawab Pramlocha.


"Berapa tahun? Kapan kamu datang kesini?", tanya Kandu.


"1600 tahun, 6 bulan, dan 3 hari yang lalu", jawab Pramlocha.


"Apakah kau yakin? Itu seperti 1 hari bagi saya", kata Kandu.


"Saya yakin. Saya tidak pernah berbohong kepada anda", jawab Pramlocha.


"Kamu telah menggagalkan tapasya saya. Tetapi saya tidak akan mengutukmu, karena kamu telah menjadi istri saya. Kembalilah ke surga, saya harus menebus dosa-dosa saya", jawab Kandu.


Rsi Kandu kemudian pergi ke Purushottama khsetra dan melakukan penebusan dosa. Dia kemudian diberkati oleh dewa Wisnu.


Kandu dan Pramlocha memiliki anak perempuan bernama Marisa. Yang nantinya akan dinikahkan dengan para Praceta. Dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Daksa, yang merupakan reinkarnasi dari prajapati Daksa putra dewa Brahma.



Wednesday, August 12, 2020

Kisah Goutama dan Manikundala

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Kisah Goutama dan Manikundala


Ada sebuah kota yang bernama Bhouwana. Di kota tersebut tinggalah seorang brahmana yang bernama Goutama. Brahmana itu memiliki seorang teman yang berkasta (warna) waisya yang bernama Manikundala. (Kasta waisya adalah kasta ketiga dalam catur warna (sistem perkastaan/kelas dalam Weda) yang tugas utamanya adalah berdagang dan bertani).


Suatu hari ibu Goutama memberikan kata-kata pedas (nasehat yang menyakitkan hati) Goutama. Dan sebagai akibatnya Goutama pun pergi meninggalkan kota. Goutama pergi mengajak temannya, Manikundala. "Ayo kita pergi ke kota lain untuk berdagang dan menghasilkan banyak uang", kata Goutama.


"Ayah saya adalah orang yang kaya. Jadi untuk apa saya mencari uang lagi?", jawab Manikundala.


"Rupanya kamu tidak memiliki pemikiran orang sukses. Orang yang sukses adalah orang yang tidak mengharapkan warisan dari ayahnya. Orang sukses mencari rejeki nya sendiri", kata Goutama.


Manikundala memikirkan kata-kata Goutama tersebut. Dia berpikir bahwa kata-kata gautama tersebut ada benarnya juga. Dia tidak pernah berpikir bahwa suatu hari nanti seseorang yang dipanggilnya teman itu akan menipu dirinya.


Akhirnya kedua sahabat itu pergi mengembara. Manikundala sudah menyiapkan semua tujuan kota yang akan dikunjungi. Di tengah perjalanan Goutama berkata, " apakah kamu pernah mendengar bahwa seseorang yang mengikuti jalan dharma ( jalan kebenaran) selalu mengalami penderitaan? Mereka tidak kayak dan tidak juga bahagia. Jadi bisa disimpulkan kita tidak perlu berbuat di jalan kebenaran."


"Tolong jangan berkata demikian. Kebahagiaan itu bisa menipu di jalan dharma. Kemiskinan dan kesengsaraan tidak dapat dihindari, mereka tidak dapat diprediksi", jawab Manikundala protes.


Kedua sahabat itu akhirnya berdebat, tetapi tidak ada yang tahu siapa yang benar. Akhirnya mereka pun bertaruh. Mereka akan menanyakan nya kepada orang-orang, kata-kata siapa yang benar. Barang siapa yang kalah harus menyerahkan semua kekayaannya kepada yang menang.


Akhirnya mereka pun menanyakan pendapat mereka masing-masing kepada beberapa orang. Secara alami kebanyakan orang setuju dengan pendapat bahwa orang yang jahat selalu bahagia dan makmur. Dan orang yang jujur ( atau berjalan di jalan dharma) selalu menderita. Dan akhirnya pun Manikundala mengaku kalah dan menyerahkan semua kekayaannya kepada Goutama. Tetapi Manikundala tetap kukuh untuk melanjutkan berjalan di jalan dharma.


"Kamu benar-benar keras kepala. Apakah kamu belum jera kehilangan semua kekayaan mu? Silahkan lanjutkan berjalan di jalan dharma", kata Goutama.


"Kekayaan itu tidak dapat diprediksi. Saya berjalan di jalan dharma dan apa yang nampaknya sekarang adalah suatu kemenangan adalah hanya sebuah ilusi. Dar malah yang akan menang pada akhirnya", jawab Manikundala.


Kedua sahabat itu akhirnya memutuskan untuk bertaruh lagi. Kali ini mereka sepakat bahwa siapa yang kalah harus dipotong kedua tangannya. Kali ini mereka menanyakan hal yang sama kepada semua orang, dan lebih banyak orang setuju bahwa adharma (kejahatan) lah yang menang (bahagia dan kaya). Akhirnya Manikundala pun kehilangan kedua tangannya.


"Bagaimana perasaanmu sekarang?", tanya Goutama.


"Masih sama. Dharma adalah sesuatu yang penting dan saya masih berjalan di jalan dharma", jawab Manikundala.


Goutama menjadi marah dan mengancam akan memotong kepala Manikundala apabila Manikundala masih kukuh untuk berjalan di jalan dharma. Tetapi Manikundala tidak gentar. Kedua sahabat tersebut kembali bertaruh. Kali ini siapa yang kalah akan kehilangan nyawanya. Dan Manikundala pun akhirnya kalah. Goutama kemudian mencongkel kedua mata Manikundala dan meninggalkannya begitu saja agar dia mati dengan sendirinya.


Manikundala terbaring di tepi sungai Gangga Goutama dan dia mulai merenungkan takdir apa yang sudah menimpa dirinya. Hari saat itu sudah mulai malam. 


Di dekat sana ada sebuah arca dewa Wisnu dan ada seorang raksasa yang bernama Wibhishana yang selalu datang setiap malam kesana untuk berdoa kepada dewa Wisnu. Putra Wibhishana menyelimuti Manikundala yang tengah terbaring di dekat sana. Manikundala kemudian menceritakan semua kisahnya kepada putra Wibhishana dan putra Wibhishana kemudia menceritakan kisah Manikundala kepada ayahnya. 


"Beberapa tahun telah berlalu. Saya bergabung dengan Rama (Awatara Wisnu) di dalam pertempuran nya melawan Rahhwana. Putra rahwana yang bernama Meghanada, menembakkan panah beracun kepada Lakshmana. Lakshmana tidak sadarkan diri. Hanuman kemudian pergi ke Himalaya dan membawa sebuah gunung yang bernama Gandhamadana ke Lanka. Pada gunung itu ada sebuah tanaman ajaib yang bernama Wishalyakarani yang dapat menyembuhkan segala penyakit. Saat Hanuman mengembalikan gunung tersebut ke Himalaya, beberapa tanaman tersebut jatuh di tempat ini, di dekat arca Wisnu ini. Mari kita mencarinya. Mungkin tanaman itu akan dapat menyembuhkan Manikundala", begitulah kata Wibhishana kepada putranya.


Ayah dan anak tersebut kemudian mencari tanaman ajaib tersebut. Tanaman ajaib itu ternyata sudah menjadi sebuah pohon raksasa. Mereka kemudian memotong satu cabang dan menaruh nya di dada Manikundala. Secara ajaib Manikundala kembali mendapatkan matanya dan tangannya. Setelah menyembuhkan Manikundala, Wibhishana dan putranya kembali ke kerajaan.


Manikundala melanjutkan pengembaraannya. Dia bahkan akhirnya sampai di sebuah kota yang bernama Mahaputra, dimana raja yang memerintah disana bernama Maharaja. Maharaja hanya memiliki seorang putri (tidak memiliki putra). Putrinya tersebut buta. Maharaja pun berjanji barang siapa yang dapat menyembuhkan putrinya tersebut akan diangkat sebagai anak dan akan menjadi pewaris tahta kerajaan selanjutnya. Manikundala kemudian menyembuhkan putri Maharaja dengan tanaman Wishalyakarani berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah didapatnya. Dia kemudian menikahi putri Maharaja dan menjadi raja Mahapura selanjutnya setelah Maharaja.


Beberapa tahun telah berlalu. Goutama sedang dibawa oleh para prajurit kehadapan Manikundala. Dia ditahan karena telah melakukan kejahatan. Sejak kejadian Goutama mencongkel kedua mata Manikundala, Goutama akhirnya kehilangan semua kekayaannya dan menjadi seorang pengemis. Manikundala mengampuni apa yang telah dilakukan Goutama kepadanya. Dan dia pun juga membagikan kekayaan yang dia punya kepada Goutama. 


Seperti itulah kebajikan mengikuti jalan dharma. Ada banyak tirtha (tempat suci) di tepi sungai Gangga Goutama dimana berbagai keajaiban telah terjadi di tempat ini.



Tuesday, August 4, 2020

Kisah Pemburu

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Kisah Pemburu


Ada seorang pertapa yang bernama Veda. Dia sangat rajin berdoa kepada dewa Siwa setiap hari. Dia berdoa kepada dewa Siwa dari pagi sampai siang (tengah hari). Setelah selesai berdoa, dia kemudian pergi ke desa-desa terdekat untuk meminta sedekah.


Ada seorang pemburu yang bernama Bhilla. Dia pergi ke hutan di siang (tengah hari). Setelah selesai berburu, dia pergi ke tempat lingga Siwa untuk mempersembahkan apa pun hasil buruannya saat itu. Dalam proses persembahannya kepada dewa Siwa, dia memindahkan persembahan milik Veda yang sebelumnya sudah ada disana lebih dulu. Ada suatu keanehan, justru dewa Siwa senang dengan persembahan dari Bhilla, bahkan beliau selalu menunggunya setiap hari.


Bhilla dan Veda tidak pernah bertemu. Veda memperhatikan setiap hari bahwa persembahannya selalu berserakan sementara, dia memperhatikan akan ada selalu beberapa daging di sampingnya. Tentu saja Veda tidak mengetahui siapa yang sebenarnya telah membuang persembahannya, karena ketika itu terjadi Veda sedang pergi meminta sedekah di desa terdekat. Suatu hari dia memutuskan untuk bersembunyi dan menunggu untuk menangkap pelakunya. 


Akhirnya Bhilla pun datang untuk memberi persembahan kepada dewa Siwa. Veda sangat kaget bahwa dewa Siwa muncul dihadapan Bhilla dan berkata, "Kenapa kamu terlambat datang hari ini? Saya telah menunggumu. Apakah kamu merasa lelah?"


Bhilla kemudian pergi setelah menawarkan persembahan. Kemudian Veda bergegas menemui dewa Siwa dan berkata, "Ada apa sebenarnya ini? Persembahan ini kotor dan merupakan hasil dari pemburu yang berdosa, dan kemudian, engkau muncul dihadapannya. Saya telah melakukan tapasya beberapa tahun dan engkau tidak pernah muncul dihadapan saya. Saya jijik dengan kejadian ini. Saya akan menghancurkan lingga Anda dengan batu ini."


"Lakukanlah jika itu memang harus dilakukan. Tapi tolong, tunggulah sampai besok", jawab dewa Siwa.


Keesokan harinya, saat Veda datang akan melakukan persembahan, dia menemukan jejak darah pada lingga Siwa. Dia secara hati-hati membersihkan jejak darah tersebut dan melanjutkan doanya. 


Setelah beberapa saat, Bhilla juga datang untuk melakukan persembahan, dan dia menemukan ada jejak darah di bagian atas lingga Siwa. Dia berpikir bahwa dialah yang bertanggungjawab atas kejadian ini dan dia menyalahkan dirinya atas suatu kesalahan yang aneh ini. Dia mengambil anak panah yang tajam dan kemudian menusuh tubuhnya berulang-ulang dengan anak panahnya sebagai hukuman. 


Dewa Siwa kemudian muncul dihadapan mereka berdua dan berkata, "Sekarang Anda bisa lihat perbedaan antara Veda dan Bhilla. Veda telah memberikan persembahannya kepada saya, tetapi Bhilla telah memberikan seluruh jiwanya kepada saya. Itulah perbedaan antara ritual dan pengabdian sesungguhnya".


Tempat dimana Bhilla berdoa kepada dewa Siwa tersebut kemudian dikenal dengan nama bhillatirtha.



Sunday, August 2, 2020

Kisah Burung Hantu dan Burung Merpati

Purana


Brahma Purana


Kitab Suci Agama Hindu


Kisah Burung Hantu dan Burung Merpati


Ada seekor burung merpati yang tinggal di pinggir sungai Gangga Goutami. Burung merpati itu bernama Anuhrada. Ia memiliki istri bernama Heri. Anuhrada merupakan keturunan dari dewa Yama.


Tidak jauh dari sana, hiduplah seekor burung hantu bernama Uluka. Istri dari Uluka bernama Uluki. Dan mereka adalah keturunan dari dewa Agni.


Burung merpati adalah musuh burung hantu. Mereka sering sekali berkelahi. Burung merpati menerima banyak sekali senjata dari dewa Yama, begitu pun burung hantu juga banyak menerima senjata dari dewa Agni. Senjata ilahi mereka ini sangat berbahaya sekali karena dapat membakar segalanya. Akhirnya dewa Yama dan dewa Agni turun tangan. Mereka membujuk burung merpati dan burung hantu untuk melupakan permusuhan mereka dan hidup berdampingan sebagai sahabat.


Tempat dimana burung merpati itu tinggal dikenal sebagai tirtha (tempat suci) yang bernama yamatirtha. Dan tempat dimana burung hantu tinggal dikenal sebagai agnitirtha.


Wamana Awatara (Bentuk Inkarnasi Kurcaci)

Purana Agni Purana Kitab Suci Agama Hindu Wamana Awatara (Bentuk Inkarnasi Kurcaci) Prahlada memiliki cucu yang sangat kuat bernama Vali. Sa...