PURANA
Brahma Purana
Kitab Suci Agama Hindu
Mungkin saat ini kita sudah lupa bahwa Kashyapa dan Aditi memiliki seorang putra yang bernama Wiwaswana. Beliau adalah Dewa Matahari, yang juga dikenal sebagai Surya atau Martanda.
Surya kemudian menikah dengan putri dari Wiswakarma yang bernama Samjna. Mereka kemudian memilki 2 orang putra. Putra yang pertama bernama Waiswata Manu dan putra yang kedua bernama Yama atau Shraddhadewa (Dewa kematian). Yama memilki saudara kembar perempuan bernama Yamuna.
Dikisahkan bahwa energi Dewa Surya (Matahari) sangatlah kuat sampai-sampai Samjna tidak kuat untuk menatap suaminya itu. Dengan kekuatannya, Samjna kemudian menciptakan suatu tiruan dirinya yang sama persis dengan dirinya. Tiruan ini diberi nama Chhaya (yang berarti bayangan).
Samjna berkata kepada Chhaya,”Aku tidak tahan dengan energi suamiku. Aku akan pergi ke rumah ayahku. Tetaplah disini, dan jadilah seperti Samjna yang asli, rawatlah anak-anakku dengan baik. Jangan beritahu siapa pun, termasuk terhadap suamiku, bahwa kamu bukanlah Samjna.”
“Saya akan menjalankan seperti yang anda minta. Tetapi saat ada seseorang yang mengutuk saya atau menjambak rambut saya, saya terpaksa akan memberitahu kebenaran yang sebenarnya,” jawab Chhaya.
Samjna kemudian pergi ke tempat ayahnya, Wiswakarma dan menceritakan semua yang telah ia lakukan. Wiswakarma tetap membujuk Samjna agar kembali kepada suaminya. Tetapi Samjna menolak. Dia malah pergi ke suatu tempat yang dikenal sebagai Uttara Kuru dan mulai tinggal di sana dalam wujudnya sebagai kuda betina.
Sementara, dewa Surya yang tidak menyadari bahwa Samjna telah diganti dengan Chhaya, memiliki 2 orang putra dari Chhaya. Nama mereka adalah Sabarno Mani dan Shani (Saturnus). Sejak anaknya tersebut lahir, Chhaya tidak lagi terlihat terlalu sayang kepada anak-anak Samjna, seperti yang telah diminta. Waiswata Manu adalah orang yang pendiam dan dia mengabaikan semua yang terjadi. Tetapi Yama tidaklah seperti Waiswata Manu yang pendiam. Dia tidak memili toleransi, disamping juga karena usianya yang masih muda. Yama mengangkat kakinya dan menendang Chhaya. Karena hal itu, Chhaya mengutuk Yama bahwa kakinya akan jatuh.
Yama kemudian pergi mengadu kepada dewa Surya, “Saya sebenarnya tidak benar-benar menendangnya. Saya hanya mengancam. Dan apakah ada seorang ibu yang pernah mengutuk anaknya sendiri?”
“Saya tidak dapat membatalkan kutukan. Yang bisa saya lakukan hanyalah mengurangi efeknya. Kakimu tidak akan benar-benar terjatuh. Sebagian daging dari kakimu akan jatuh ke bumi dan menjadi cacing. Dengan begitu, kamu akan terbebas dari kutukanmu,” jawab dewa Surya.
Namu demikian, dewa Surya merasa bahwa perkataan Yama ada benarnya juga bahwa tidak ada ibu yang mengutuk anaknya sendiri. Dia memaksa Chhaya untuk mengungkapkan kebenaran, tetapi Chhaya tidak mau. Dewa Surya kemudian menjambak rambut Chhaya dan mengancam akan mengutuknya. Karena kondisi persyaratannya telah dilanggar, maka Chhaya keceplosan mengungkap kebenaran yang sebenarnya.
Dalam perasaan yang sangat marah, dewa Surya pergi ke kediaman Wiswakarma. Wiswakarma berusaha menenangkan dewa Surya, “Sebab utama kejadian itu adalah kelebihan energi yang dimiliki oleh anda, dewa Surya. Jika anda mengizinkan, saya akan memotong-motong kelebihan energi anda. Sehingga Samjna akan dapat melihat anda lagi.”
Dewa Surya setuju. Melalui energi dewa Surya yang telah terpotong ini, Wiswakarma menciptakan chakra Wisnu (sebuah senjata seperti cakram berbilang).
Dewa Surya menemukan Samjna berada di Uttara Kuru dalam wujud kuda betina. Dewa Surya juga berubah wujud menjadi kuda dan menemui Samjna. Dalam wujudnya sebagai kuda, mereka memilki 2 orang putra yang dikenal sebagai dewa Aswin (dewa penyembuh).
Surya dan Samjna kemudian melepaskan wujud kudanya dan hidup bahagia selamanya.