Purana
Brahma Purana
Kitab suci agama Hindu
Ada sebuah kota bernama Pratishthana. Seorang raja bernama Shurasena berkuasa di kota tersebut. Shurasena tidak memiliki anak laki-laki. Setelah melakukan banyak upaya akhirnya seorang anak laki-laki lahir. Tetapi anak laki-laki tersebut adalah seekor ular. Atas kejadian tersebut sang raja dan ratu menjadi malu. Tetapi mereka merahasiakannya. Tidak seorang pun tahu bahwa putra mereka adalah seekor ular.
Saat anak laki-laki itu sudah mulai tumbuh sedikit besar, dia mulai berbicara seperti manusia, walaupun wujudnya adalah seekor ular. Raja Shurasena mengatur pendidikannya. Setelah sang ular terpelajar dalam ilmu Weda, ular tersebut berbicara kepada ayahnya, "Ayah, ini sudah saatnya saya untuk menikah. jika saya tidak memiliki seorang putra maka saya akan masuk ke neraka".
Raja Shurasena terkejut mendengar hal itu, "Bagaimana mungkin hal itu bisa dilakukan? Wanita Mana yang mau menikahi seekor ular?"
"Saya tidak tahu. Yang saya tahu bahwa saya harus menikah. Jika tidak saya akan bunuh diri. Ada banyak cara pernikahan yang diizinkan. Mungkin seorang wanita dapat diculik secara diam-diam kemudian dinikahkan dengan saya," jawab sang ular.
Shurasena kemudian mengumpulkan menteri-menterinya, "Putra saya, Nageswara, sudah beranjak dewasa. Ia sebentar lagi akan menjadi pewaris dari kerajaan ini. Tidak ada yang sebanding keberadaannya seperti dia baik di surga maupun di dunia bawah. Dan saya sudah tua. Tolong atur pernikahan Nageswara. Saya akan melepas kerajaan saya dan beristirahat di hutan".
Dan sang raja sudah tentu tidak mau memberitahukan bahwa putranya adalah seekor ular. Shurasena memiliki seorang menteri yang sudah tua banyak pengalaman. Nanti ini memberitahu kepada raja bahwa ada seorang raja yang bernama Wijaya yang berkuasa di sebelah timur negara tersebut. Raja Wijaya memiliki 8 putra dan seorang putri. Putri tersebut bernama Bogawati. Dia sangat cantik. Dan dia cocok menjadi pasangan Nageswara.
Menteri yang sudah tua itu kemudian mengirim utusan kepada raja Wijaya dan raja Wijaya setuju dengan hal tersebut. Ada suatu tata cara pernikahan kaum ksatria bahwa pengantin tidak harus selalu melangsungkan pernikahan dengan pasangannya saat upacara berlangsung. Pengantin wanita dapat melangsungkan pernikahan dengan pedang atau senjata lainnya. Sang menteri menjelaskan kepada raja Wijaya kalau ada urusan penting yang membuat Nageswara tidak dapat hadir dalam acara pernikahan tersebut. Jadi Bogawati harus menikah dengan pedang milik Nageswara. Raja Wijaya menyetujui hal itu dan akhirnya pun upacara pernikahan dilangsungkan. Rombongan pun akhirnya kembali ke kerajaan Pratishthana.
Selanjutnya ibu Nageswara mengirimkan seorang pelayan ke Bogawati untuk memberi tahu bahwa suaminya tersebut adalah seekor ular dan mengamati bagaimana reaksi Bogawati selanjutnya setelah mengetahui hal tersebut.
Pelayan itu kemudian berkata kepada Bogawati, "Suami anda adalah seorang dewa. Tetapi dia dalam bentuk seekor ular".
"Hal itu merupakan keberuntungan untuk saya. Biasanya seorang wanita menikah dengan seorang pria. Saya pasti telah melakukan banyak perbuatan baik di kehidupan yang dulu sehingga saya bisa menikah dengan dewa", kata Bogawati.
Bogawati kemudian dibawa ke tempat Nageswara dan ketika pertama kali melihat Bogawati, Nageswara ingatlah dengan kehidupan sebelumnya. Dia dulunya adalah seekor ular naga, yang merupakan penyembah Siwa dan Bogawati adalah istrinya di kehidupan yang dulu.
Pada zaman dahulu pada suatu acara, dewa Siwa tertawa dengan lelucon yang dibuat oleh dewi Parwati. Nageswara juga ikut tertawa. Hal ini membuat dewa Siwa kesal dan beliau mengutuk Nageswara bahwa dia akan dilahirkan sebagai anak manusia namun dalam bentuk seekor ular. Saat dia pergi dan mandi di sungai Goutami Gangga maka saat itulah kutukannya akan berakhir.
Saat Nageswara menceritakan kejadian itu kepada Bogawati, dia pun ikut ingat kehidupannya terdahulu. Mereka berdua kemudian pergi dan mandi di sungai sakral tersebut dan Nageswara memerintah setelah Shurasena wafat. Dan saat Nageswara dan Bogawati wafat mereka kembali ke Kailas, tinggal bersama dewa Siwa.
Di tepi sungai Goutami Gangga, Nageswara dan Bogawati membangun sebuah kuil untuk menyembah dewa Siwa. Tempat suci (tirtha) itu kemudian dikenal dengan nama nagatirtha.
No comments:
Post a Comment