Purana
Brahma Purana
Kitab Suci Agama Hindu
Pada zaman dahulu ada seorang rsi bernama Dadhichi. Istrinya bernama Lopamudra. Kediaman Dadhichi berada tepat di sebelah sungai Gangga. Saudara perempuan Lopamudra yang bernama Gabhastini juga tinggal di kediaman tersebut. Dengan kekuatan Dadhichi tidak ada satupun ditya dan danawa (salah satu ras iblis) yang berani menginjakkan kaki di kediamannya tersebut.
Suatu hari para dewa bertempur dengan para iblis. Setelah berhasil memenangkan pertempuran, para dewa pergi ke kediaman Dadhichi untuk memberi hormat kepada nya. Dadhichi menyambut tamunya tersebut dengan baik dan bertanya apakah ada yang bisa dibantu.
"Terima kasih atas berkat anda, kami para dewa baik-baik saja. Kami baru saja memenangkan pertempuran dengan para iblis. Dan selanjutnya kami memiliki beberapa masalah kecil. Kami sudah tidak lagi membutuhkan senjata kami karena para iblis telah pergi. Kami tidak tahu di mana tempat yang aman untuk menyimpan semua senjata ini. Kami mulai berpikir mungkin kami dapat menyimpan senjata kami di kediaman anda. Karena kediaman andalah tempat teraman yang pernah kami temukan", kata para dewa.
Dadhichi menerima permintaan para dewa tersebut. Para dewa akhirnya meninggalkan semua senjata mereka di kediaman Dadhichi dan mereka kemudian kembali ke surga.
Saat Lopamudra mengetahui apa yang Dadhichi lakukan, dia menjadi tidak tenang. "Anda telah melakukan sesuatu yang salah. Anda seharusnya tidak menerima tanggung jawab menjaga barang milik orang lain. Terlebih lagi kita ini adalah pertapa yang tidak mengikatkan diri pada barang maupun harta benda. Anda telah setuju untuk menyimpan senjata para dewa. Apakah ini juga berarti bahwa musuh para dewa akan menganggap Anda juga sebagai musuh? Dan apa yang anda lakukan jika sesuatu terjadi pada senjata para dewa? Akankah para dewa akan menyalahkan anda?", begitu kata Lopamudra.
"Apa yang Anda katakan ada benarnya juga. Saya tidak sempat berpikir sampai ke sana. Dan saya telah mengatakan janji kepada para dewa. Saya tidak dapat menarik kembali kata-kata saya", kata Dadhichi.
Seratus tahun berlalu dan para dewa tidak kunjung datang mengambil senjata mereka. Senjata para dewa mulai kehilangan kilau mereka. Dadhichi tidak tahu bagaimana cara agar energi dari senjata para dewa tersebut dapat diawetkan. Dia mencuci senjata para dewa tersebut dengan air suci dan kemudian energi dari senjata tersebut larut ke dalam air suci tersebut. Dadhichi kemudian meminum air suci tersebut. Dan mengenai senjata para dewa tersebut, mereka menghilang setelah kehilangan energinya.
Akhirnya para dewa datang untuk mengambil senjata mereka. "Apakah kami dapat mengambil senjata kami kembali? Musuh kau datang kembali untuk bertempur dengan kami. Kami membutuhkan senjata kami", kata para dewa.
"Itu tidak mungkin. Senjata itu sudah tidak ada lagi. Saya telah menelan energi dari senjata itu. Biarkan sekarang saya katakan kepada kalian apa yang dapat dilakukan. Saya akan menggunakan kekuatan meditasi saya untuk menyerahkan hidup saya. Senjata yang sangat bagus akan tercipta dari tulang belulang saya", kata Dadhichi.
Para dewa menjadi sangat tidak enak. Tetapi sudah tidak ada solusi lain lagi. Akhirnya Dadhichi meninggal. Para dewa meminta Wiswakarma untuk membuat senjata dari tulang belulang dari Dadhichi. Wiswakarma setuju dan sebuah senjata yang bernama Bajra berhasil diciptakan dan senjata itu benar-benar luar biasa.
Lopamudra sedang bepergian jauh pada saat kejadian itu berlangsung. Dia akhirnya kembali dan menemukan bahwa suaminya sudah meninggal. Dia menderita dalam kesedihan dan ingin mengorbankan dirinya ke dalam api. Tetapi saat itu dia sedang hamil, jadi keinginannya itu tidak dapat langsung dilakukan. Setelah bayi itu dilahirkan kemudian dia menyerahkan bayi itu kepada pippala (pohon ara yang besar), dan kemudian dia bunuh diri.
Sejak pippala (pohon ara) merawat bayi laki-laki itu, bayi itu kemudian dikenal sebagai Pippalada. Dewa Candra adalah dewa penguasa tumbuh-tumbuhan. Pohon itu meminta Amerta kepada dewa Candra untuk Pippalada dan dewa Candra memenuhinya. Amerta membuat Pippalada menjadi sangat kuat.
Saat Pippalada tumbuh dewasa, dia bertanya siapa orang tuanya dan pohon itu menceritakan kisahnya. Pippalada menyalahkan para dewa dan ingin balas dendam. Pohon itu membawa Pippalada kepada dewa Candra.
"Kamu masih terlalu muda. Kamu harus banyak belajar dengan baik dalam menggunakan berbagai senjata. Pergilah ke hutan Dandakaranya. Sungai Goutami Gangga mengalir melalui hutan tersebut. Berdoalah kepada Siwa di sana, maka keinginanmu akan terpenuhi", begitu kata dewa Candra.
Pippalada melakukan apa yang dewa Candra katakan dan melalui doanya dia telah membuat dewa Siwa senang.
"Anugerah apa yang kamu inginkan?", tanya dewa Siwa.
"Saya menginginkan anugerah dimana saya dapat menghancurkan para dewa", jawab Pippalada.
"Saya memiliki mata ketiga di tengah dahi saya. Hari dimana kamu bisa melihat mata ketiga saya, maka saat itulah kamu akan mendapatkan anugerah", kata dewa Siwa.
Mencoba sebisa mungkin yang bisa dia lakukan, tetap saja Pippalada tidak bisa melihat mata ketiga dewa Siwa. Pippalada kemudian melakukan tapasya yang lebih sulit dari yang pernah dia lakukan selama beberapa tahun. Dan akhirnya pun dia berhasil melihat mata ketiga dewa Siwa. Dari mata ketiga dewa Siwa kemudian lahirlah seorang iblis yang mirip seperti kuda betina.
"Apa yang kamu inginkan?", tanya iblis itu.
"Bunuhlah musuh saya, para dewa", jawab Pippalada.
"Baiklah", kemudian iblis itu mulai membunuh Pippalada.
"Apa yang kamu lakukan? Saya meminta kamu untuk membunuh para dewa", kata Pippalada.
"Tubuhmu dibuat oleh para dewa. Saya akan membunuhmu terlebih dahulu baru kemudian membunuh dewa yang lainnya", jawab iblis itu.
Pippalada kemudian berlari minta pertolongan kepada dewa Siwa. Dewa Siwa menandai sebuah kawasan di dalam hutan untuk Pippalada. Pippalada kemudian tinggal di sana, terlindungi dari amukan sang iblis. Sementara para dewa meminta pertolongan kepada dewa Siwa untuk menyelamatkan mereka dari amukan sang iblis. Dewa Siwa membujuk Pippalada untuk mengendalikan amarahnya. Beliau meyakinkan Pippalada bahwa tidak ada yang bisa didapat dari membunuh para dewa. Membunuh para dewa tidak akan bisa mengembalikan orang tuanya.
Pippalada setuju tapi dia ingin melihat orang tuanya untuk sekali saja. Demikian, akhirnya sebuah Vimana turun dari surga di mana di atas Vimana tersebut duduk rsi Dadhichi dan Lopamudra. Mereka memberkati Pippalada dan menyuruh Pippalada untuk segera menikah dan memiliki keturunan.
Dan untuk iblis yang sedang mengamuk, akhirnya iblis itu berubah menjadi sungai dan bersatu dengan sungai Gangga.