Purana
Brahma Purana
Kitab Suci Agama Hindu
Kisah Goutama dan Manikundala
Ada sebuah kota yang bernama Bhouwana. Di kota tersebut tinggalah seorang brahmana yang bernama Goutama. Brahmana itu memiliki seorang teman yang berkasta (warna) waisya yang bernama Manikundala. (Kasta waisya adalah kasta ketiga dalam catur warna (sistem perkastaan/kelas dalam Weda) yang tugas utamanya adalah berdagang dan bertani).
Suatu hari ibu Goutama memberikan kata-kata pedas (nasehat yang menyakitkan hati) Goutama. Dan sebagai akibatnya Goutama pun pergi meninggalkan kota. Goutama pergi mengajak temannya, Manikundala. "Ayo kita pergi ke kota lain untuk berdagang dan menghasilkan banyak uang", kata Goutama.
"Ayah saya adalah orang yang kaya. Jadi untuk apa saya mencari uang lagi?", jawab Manikundala.
"Rupanya kamu tidak memiliki pemikiran orang sukses. Orang yang sukses adalah orang yang tidak mengharapkan warisan dari ayahnya. Orang sukses mencari rejeki nya sendiri", kata Goutama.
Manikundala memikirkan kata-kata Goutama tersebut. Dia berpikir bahwa kata-kata gautama tersebut ada benarnya juga. Dia tidak pernah berpikir bahwa suatu hari nanti seseorang yang dipanggilnya teman itu akan menipu dirinya.
Akhirnya kedua sahabat itu pergi mengembara. Manikundala sudah menyiapkan semua tujuan kota yang akan dikunjungi. Di tengah perjalanan Goutama berkata, " apakah kamu pernah mendengar bahwa seseorang yang mengikuti jalan dharma ( jalan kebenaran) selalu mengalami penderitaan? Mereka tidak kayak dan tidak juga bahagia. Jadi bisa disimpulkan kita tidak perlu berbuat di jalan kebenaran."
"Tolong jangan berkata demikian. Kebahagiaan itu bisa menipu di jalan dharma. Kemiskinan dan kesengsaraan tidak dapat dihindari, mereka tidak dapat diprediksi", jawab Manikundala protes.
Kedua sahabat itu akhirnya berdebat, tetapi tidak ada yang tahu siapa yang benar. Akhirnya mereka pun bertaruh. Mereka akan menanyakan nya kepada orang-orang, kata-kata siapa yang benar. Barang siapa yang kalah harus menyerahkan semua kekayaannya kepada yang menang.
Akhirnya mereka pun menanyakan pendapat mereka masing-masing kepada beberapa orang. Secara alami kebanyakan orang setuju dengan pendapat bahwa orang yang jahat selalu bahagia dan makmur. Dan orang yang jujur ( atau berjalan di jalan dharma) selalu menderita. Dan akhirnya pun Manikundala mengaku kalah dan menyerahkan semua kekayaannya kepada Goutama. Tetapi Manikundala tetap kukuh untuk melanjutkan berjalan di jalan dharma.
"Kamu benar-benar keras kepala. Apakah kamu belum jera kehilangan semua kekayaan mu? Silahkan lanjutkan berjalan di jalan dharma", kata Goutama.
"Kekayaan itu tidak dapat diprediksi. Saya berjalan di jalan dharma dan apa yang nampaknya sekarang adalah suatu kemenangan adalah hanya sebuah ilusi. Dar malah yang akan menang pada akhirnya", jawab Manikundala.
Kedua sahabat itu akhirnya memutuskan untuk bertaruh lagi. Kali ini mereka sepakat bahwa siapa yang kalah harus dipotong kedua tangannya. Kali ini mereka menanyakan hal yang sama kepada semua orang, dan lebih banyak orang setuju bahwa adharma (kejahatan) lah yang menang (bahagia dan kaya). Akhirnya Manikundala pun kehilangan kedua tangannya.
"Bagaimana perasaanmu sekarang?", tanya Goutama.
"Masih sama. Dharma adalah sesuatu yang penting dan saya masih berjalan di jalan dharma", jawab Manikundala.
Goutama menjadi marah dan mengancam akan memotong kepala Manikundala apabila Manikundala masih kukuh untuk berjalan di jalan dharma. Tetapi Manikundala tidak gentar. Kedua sahabat tersebut kembali bertaruh. Kali ini siapa yang kalah akan kehilangan nyawanya. Dan Manikundala pun akhirnya kalah. Goutama kemudian mencongkel kedua mata Manikundala dan meninggalkannya begitu saja agar dia mati dengan sendirinya.
Manikundala terbaring di tepi sungai Gangga Goutama dan dia mulai merenungkan takdir apa yang sudah menimpa dirinya. Hari saat itu sudah mulai malam.
Di dekat sana ada sebuah arca dewa Wisnu dan ada seorang raksasa yang bernama Wibhishana yang selalu datang setiap malam kesana untuk berdoa kepada dewa Wisnu. Putra Wibhishana menyelimuti Manikundala yang tengah terbaring di dekat sana. Manikundala kemudian menceritakan semua kisahnya kepada putra Wibhishana dan putra Wibhishana kemudia menceritakan kisah Manikundala kepada ayahnya.
"Beberapa tahun telah berlalu. Saya bergabung dengan Rama (Awatara Wisnu) di dalam pertempuran nya melawan Rahhwana. Putra rahwana yang bernama Meghanada, menembakkan panah beracun kepada Lakshmana. Lakshmana tidak sadarkan diri. Hanuman kemudian pergi ke Himalaya dan membawa sebuah gunung yang bernama Gandhamadana ke Lanka. Pada gunung itu ada sebuah tanaman ajaib yang bernama Wishalyakarani yang dapat menyembuhkan segala penyakit. Saat Hanuman mengembalikan gunung tersebut ke Himalaya, beberapa tanaman tersebut jatuh di tempat ini, di dekat arca Wisnu ini. Mari kita mencarinya. Mungkin tanaman itu akan dapat menyembuhkan Manikundala", begitulah kata Wibhishana kepada putranya.
Ayah dan anak tersebut kemudian mencari tanaman ajaib tersebut. Tanaman ajaib itu ternyata sudah menjadi sebuah pohon raksasa. Mereka kemudian memotong satu cabang dan menaruh nya di dada Manikundala. Secara ajaib Manikundala kembali mendapatkan matanya dan tangannya. Setelah menyembuhkan Manikundala, Wibhishana dan putranya kembali ke kerajaan.
Manikundala melanjutkan pengembaraannya. Dia bahkan akhirnya sampai di sebuah kota yang bernama Mahaputra, dimana raja yang memerintah disana bernama Maharaja. Maharaja hanya memiliki seorang putri (tidak memiliki putra). Putrinya tersebut buta. Maharaja pun berjanji barang siapa yang dapat menyembuhkan putrinya tersebut akan diangkat sebagai anak dan akan menjadi pewaris tahta kerajaan selanjutnya. Manikundala kemudian menyembuhkan putri Maharaja dengan tanaman Wishalyakarani berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah didapatnya. Dia kemudian menikahi putri Maharaja dan menjadi raja Mahapura selanjutnya setelah Maharaja.
Beberapa tahun telah berlalu. Goutama sedang dibawa oleh para prajurit kehadapan Manikundala. Dia ditahan karena telah melakukan kejahatan. Sejak kejadian Goutama mencongkel kedua mata Manikundala, Goutama akhirnya kehilangan semua kekayaannya dan menjadi seorang pengemis. Manikundala mengampuni apa yang telah dilakukan Goutama kepadanya. Dan dia pun juga membagikan kekayaan yang dia punya kepada Goutama.
Seperti itulah kebajikan mengikuti jalan dharma. Ada banyak tirtha (tempat suci) di tepi sungai Gangga Goutama dimana berbagai keajaiban telah terjadi di tempat ini.